Omong-Omong di Belakang

Image
Semua binatang memiliki keunikan masing-masing       Bunyi dedaunan yang bergerak-gerak membuat Olay dan Celeb menghentikan obrolan mereka. Keduanya sedang bertengger di salah satu cabang pohon favorit mereka, pohon kayu hitam.      "Woi siapa itu?" teriak Olay sambil  mendongak melihat siapakah yang menganggu acara mereka.      "Jangan ganggu kami, dong!" Celeb ikut bersuara. Ia kibaskan  ekornya. Jambul hitamnya ikut bergerak lucu.     Ternyata Jepi si jerapah sedang menarik-narik daun di pohon dengan mulutnya. Lidahnya yang panjang menjulur, melilit daun-daun. Kemudian dengan lidahnya pula ia masukkan dedaunan itu ke mulut.      Tiba-tiba ia  menurunkan leher ke arah Olay dan Celeb. Dua ekor monyet yaki itu terkejut.     "Jepi, hati-hati kalau memanjangkan leher!" protes Olay. "Jangan membuat kami terkejut lagi."     "Hehehehehe maaf. Kalian sedang ngobrolin apa sih? Kelihatan serius sekali," tanya Jepi sambil mulutnya terus mengunya

Pada Hari ke Tiga

Titik Nadir
   

     Hampir setengah jam Lily mengamati rumah bercat paduan warna kuning dan abu-abu itu. Halamannya hanya dipagari tanaman perdu. Sedan Altis hitam selalu diparkir di bawah carpot yang terbuat dari kayu. Biasanya tepat pada pukul tujuh pagi, mobil itu akan keluar meninggalkan rumah. Sudah tiga hari ini, jam keluarnya mundur sekitar empat puluh lima menit. Pengamatan ini sudah ia lakukan selama tiga hari berturut-turut. 
    Dari dalam mobil taksi online yang ia tumpangi, Lily juga  mengamati siapa gerangan yang keluar rumah setelah mobil hitam itu pergi. Perempuan berusia sekitar dua puluh lima tahun , dengan perut buncit menghampiri abang sayur yang mampir di jam yang nyaris sama. Sebentar kemudian biasanya seorang anak lelaki usia batita akan berjalan lucu menyusul. Anak kecil itu menarik-narik ujung baju ibunya. Sementara satu tangannya memegang mainan. Mungkin ia minta digendong. Ibu muda itu mengusap-usap puncak kepala pangeran kecilnya. Mungkin membujuk. Tidak mungkin ia sanggup menggendong dengan kondisi perut yang sedang hamil tua. 
    Lily menelan ludah. Perempuan itu pasti Farah. Anak lelaki kecil itu pasti Zio. Istri dan anak Irvin. Ya, Irvin. Lelaki yang setiap pukul tujuh lewat dua puluh menit akan mampir ke rumahnya. Irvin akan masuk dan sarapan bersamanya. Lelaki ganteng itu akan memberikan jatah bermanja-manja sebentar sebelum akhirnya pukul delapan lewat lima belas menit mereka akan berangkat ke kantor bersama. Irvin cintanya. 
    Hubungan itu ia jalani nyaris setengah tahun. Percintaan yang legit. Ketika ia bertanya kepada Irvin, apa arti kisah mereka, Irvin menjawab,"Aku akan menceraikan Farah. Segera setelah anakku lahir."
    Sebuah jawaban yang seharusnya ia tunggu-tunggu. Kalimat yang semestinya merdu memainkan gendang telinganya. Ia pun heran mengapa justru hatinya menciut. Lalu meminta waktu untuk berpikir. Bukankah ia yang menanyakan? lalu mengapa hatinya menjadi ragu? Ia katakan ia akan mudik sebentar. Irvin tidak perlu ke rumahnya. 
    Apakah yang ia rasakan bersama Irvin adalah cinta sejati? apakah bisa dinamakan cinta jika itu menyakiti? Hati perempuan lain akan tercabik. Mimpi seorang anak akan retak. Jika itu yang terjadi, sanggupkah Lily menikmati hari? Apakah ia akan bisa tidur lelap sementara dunia bagi Farah menjadi gelap?
    Sebuah ketukan di jendela mobil mengejutkan Lily. Mata Lily membelalak. Jantungnya berdegup keras melihat Farah yang berdiri mengetuk jendelanya.
    "Pak, Pak. Ayo berangkat! Cepat! Cepat!" serunya kepada si supir. Lily mengacuhkan Farah. 
    Rupanya supir itu tidak kalah terkejutnya mendengar perintah yang penuh dengan nada takut. Kaki si supir menekan gas amat dalam. Terlalu dalam untuk sebuah awal perjalanan. 
    Brak!
    Bunyi tidak normal itu disusul suara teriakan melengking. Hanya dalam hitungan detik, semuanya berubah. Sekelebat kejadian yang membuat seseorang berdarah. Kepanikan yang menyerang si supir tidak mau kalah. Ia terus melaju tak tentu arah. 
    Lily melihat Zio terkapar bersimbah darah di tengah jalan. Ia sangat ketakutan. 
    "Bapak menabrak anak itu!"
    "Anak itu tiba-tiba saja muncul, Bu. Semua gara-gara ibu!"
    Air mata Lily mengucur. Pada hari ke tiga pengintaian, ia tahu dunianya sudah terjungkir. Hubungannya dengan Irvin pasti akan berakhir. Hidupnya ada di titik nadir. 

     

    

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Di sini Kita Duduk Berdua

Kembar

Omong-Omong di Belakang