Posts

Omong-Omong di Belakang

Image
Semua binatang memiliki keunikan masing-masing       Bunyi dedaunan yang bergerak-gerak membuat Olay dan Celeb menghentikan obrolan mereka. Keduanya sedang bertengger di salah satu cabang pohon favorit mereka, pohon kayu hitam.      "Woi siapa itu?" teriak Olay sambil  mendongak melihat siapakah yang menganggu acara mereka.      "Jangan ganggu kami, dong!" Celeb ikut bersuara. Ia kibaskan  ekornya. Jambul hitamnya ikut bergerak lucu.     Ternyata Jepi si jerapah sedang menarik-narik daun di pohon dengan mulutnya. Lidahnya yang panjang menjulur, melilit daun-daun. Kemudian dengan lidahnya pula ia masukkan dedaunan itu ke mulut.      Tiba-tiba ia  menurunkan leher ke arah Olay dan Celeb. Dua ekor monyet yaki itu terkejut.     "Jepi, hati-hati kalau memanjangkan leher!" protes Olay. "Jangan membuat kami terkejut lagi."     "Hehehehehe maaf. Kalian sedang ngobrolin apa sih? Kelihatan serius sekali," tanya Jepi sambil mulutnya terus mengunya

Diagnosis Rasa (2)

Image
Cinta mencipta jenis rasa baru  Cinta akan selalu membutuhkan api dan air. Tidak peduli bagaimana romantisnya hubungan sepasang anak manusia. Mereka tidak akan merasakan kuatnya cinta tanpa api. Air akan mampu mengimbangi. Cinta adalah seni menata hati. Bukan akta jual beli.     Cinta yang pernah Lena jalin bersama Donny, didominasi api. Tanpa pernah mau saling mengerti. Cinta hanya sebatas deretan kata puja-puji. Sama sekali tidak mengendap di hati. Jatuh cinta lalu meminta restu orang tua. Ketika ditanya,"Sudah kau pikirkan?" Ah itu urusan belakangan.      Api terus membesar menghapus semua kenangan. Abu yang tersisa terasa pahit untuk diingat. Meskipun jika disadari, nama Donny tidak akan terhapus dari sanubari.      Lena menegakkan tubuh. Setelah mendengar kalimat Donny, ia meras butuh sandaran.      "Kamu... kamu akan menikah lagi?"     Lalu mengapa tadi Donny mengaku bahwa perasaannya masih sama seperti dulu? Lena menelan ludah. Pahit.      Mungkin sudah ratus

Diagnosis Rasa (1)

Image
Kadang menata hati adalah pekerjaan sulit Lena memejamkan mata ketika ia keluarkan asap rokok dari bibirnya. Ritual yang selalu ia lakukan ketika merokok. Ia merasa tubuhnya dilingkupi sekaligus terlindungi oleh asap. Donny, mantan suaminya, pernah menyebutnya "Lebay" untuk ritual ini. Lena selalu hanya tersenyum miring jika Donny berkomentar seperti itu. Ia menikmatinya, itu yang jauh lebih penting. Sekarang, detik ini, Lena melakukan itu bukan hanya karena kenikmatan. Ia membutuhkan perlindungan. Ia perlu membentengi dirinya agar tidak terperosok untuk kedua kali.     Di hadapannya, Donny duduk. Lelaki ganteng itu mengenakan kemeja biru tua dengan logo Basset Hound  pada sakunya. Donny pasti sengaja memilih kemeja itu. Lena membelikannya pada ulang tahun Donny ketika mereka masih bersama. Donny pasti juga sengaja memilih restoran ini. Lena sangat menyukai Khao Pad dari restoran ini. Daun ketumbarnya terasa sekali, membuat tidak enek. Donny pasti sudah mengatur semuanya seh

Kembar

Image
     Rasa Takut Sering Menyusup            Tangan Gina gemetar karena kedinginan. Dalam hati ia mengumpat karena lupa tidak membawa sarung tangan. Gina berusaha agar tidak salah memencet tombol angka pada kotak kunci otomatis pintu apartemen. Ini kelima kalinya Gina mencoba, tetapi pintu tetap tidak mau terbuka. Beberapa kali ia memelototi ponselnya, membaca ketikan percakapan melalui Whats App dengan si pemilik apartemen, Linda. Ia yakin ia tidak salah lihat. 22336688 adalah nomor yang diberikan Linda. Sementara itu sudah berkali-kali Gina mencoba menghubungi Linda, tetapi tidak berhasil juga. Ponsel Linda sama sekali tidak ada nada terima. Apa yang salah? Lalu dengan gerakan sangat hati-hati dipencetnya angka-angka itu. Dua, dua lagi lalu tiga dan tiga lagi. Gina berhenti. Seolah ia baru saja melakukan lari maraton sepuluh kilo meter. Ia menarik napas lalu melanjutkan lagi memencet tombol enam, enam lagi kemudian delapan dan terakhir delapan. Entah sejak kapan pekerjaan memencet tomb

Pada Hari ke Tiga

Image
Titik Nadir            Hampir setengah jam Lily mengamati rumah bercat paduan warna kuning dan abu-abu itu. Halamannya hanya dipagari tanaman perdu. Sedan A ltis hitam selalu diparkir di bawah carpot  yang terbuat dari kayu. Biasanya tepat pada pukul tujuh pagi, mobil itu akan keluar meninggalkan rumah. Sudah tiga hari ini, jam keluarnya mundur sekitar empat puluh lima menit.   Pengamatan ini sudah ia lakukan selama tiga hari berturut-turut.       Dari dalam mobil taksi online  yang ia tumpangi, Lily juga  mengamati siapa gerangan yang keluar rumah setelah mobil hitam itu pergi. Perempuan berusia sekitar dua puluh lima tahun , dengan perut buncit menghampiri abang sayur yang mampir di jam yang nyaris sama. Sebentar kemudian biasanya seorang anak lelaki usia batita akan berjalan lucu menyusul. Anak kecil itu menarik-narik ujung baju ibunya. Sementara satu tangannya memegang mainan. Mungkin ia minta digendong. Ibu muda itu mengusap-usap puncak kepala pangeran kecilnya. Mungkin membujuk.

Di sini Kita Duduk Berdua

Image
Di sini kita duduk berdua Mungkin yang terakhir kali Atau mungkin akan ada lagi Kita tidak pernah tahu sampai kapan usia kita Di sini kita memang duduk berhadapan Tetapi entah kemana jalan pikiran Aku pun mengamatimu dengan enggan Dirimu juga sibuk dengan yang ada di tangan Di sini kita duduk berdua Pikiranku mendua Pada seseorang nun jauh di sana Apa kau pikir aku bahagia? sama sekali bukan itu yang kurasa Di sini kita duduk berdua Ingin aku mengaku saja Terserah akhirnya dirimu menerima atau tidak Hati ini mungkin akan luluh lantak Ijinkan aku menarik napas Menata keberanian, mengutuhkan jiwa  Aku tak ingin kesempatan terhempas Mumpung kita duduk berdua Yogyakarta, akhir Oktober 2020 Foto koleksi pribadi Lokasi : Tempo Gelato

Ketika Semua Tidak Lagi Sama

Image
            Terlalu hening untuk sebuah ruang tunggu. Hanya sesekali terdengar bunyi lembaran majalah usang yang dibolak-balik. Dibaca dengan alasan dari pada tidak ada kerjaan. Ada empat perempuan, empat alasan yang mungkin berbeda-beda, tetapi bisa juga sama. Dari balik majalah yang sudah lusuh, diam-diam Hanum mengamati tiga perempuan lainnya. Tiba-tiba ia tergoda menilai, apakah tubuh bagus atau wajah cantik perempuan itu asli atau hasil permak sang dokter. Bibirnya mengerucut, hatinya menciut. Menyadari apa yang ada di tubuhnya.      Dua tahun silam ia tidak seperti ini. Tubuhnya jauh dari kesan seksi. Bukan tubuh yang membuat para lelaki rela melirik lebih dari sekali. Sama sekali tidak membanggakan. Kemudian rasa takut mulai menyerang. Suaminya, Wisnu, diterima bekerja di dunia yang memungkinkan untuk bertemu perempuan-perempuan berparas ayu dengan tubuh penuh daya magnit. Ia takut Wisnu akan berpaling. Ia tidak mau Wisnu terpikat perempuan lain. Ia mau Wisnu hanya menatap dirin